UMY_VOC - Agam abriyanto, mahasiswa trans gender Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMY 2008 membuka cakrawala masyarakat tentang stigma negatif banci Indonesia melalui diskusi publik bertajuk “Aku Agam, Bukan Banci”, 29 April 2009 lalu yang dimotori VOC (Voice of Communication). Acara perdana VOC ini, sebagai langkah untuk menyemangati anggotanya untuk berpikir kritis, sesuai dengan motto VOC “kami ada, maka kami bersuara”. Berpikir kritis secara prestigious ciri khas mahasiswa berintelektual ini, diawali dengan diskusi publik paper berani yang ditulis Agam “Pesona Mahakarya Sang Pencipta” di www.umy-voc.blogspot.com. Agam abriyanto, mahasiswa trans gender Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMY 2008 membuka cakrawala masyarakat tentang stigma negatif banci Indonesia melalui diskusi publik bertajuk “Aku Agam, Bukan Banci”, 29 April 2009 lalu yang dimotori VOC (Voice of Communication). Acara perdana VOC ini, sebagai langkah untuk menyemangati anggotanya untuk berpikir kritis, sesuai dengan motto VOC “kami ada, maka kami bersuara”. Berpikir kritis secara prestigious ciri khas mahasiswa berintelektual ini, diawali dengan diskusi publik paper berani yang ditulis Agam “Pesona Mahakarya Sang Pencipta” di www.umy-voc.blogspot.com.
Menurut Agam, banci atau apalah sebutannya di Indonesia tidak mendapat “tempat” layaknya manusia beradap lainnya. Banci hanya dianggap “topeng monyet” tempat untuk pelecehan dan tertawaan. Padahal Indonesia mempunyai potensi tehadap jumlah banci. Tidak hanya sebagai pelaku prostitusi dan banci kaleng, tapi banci juga bisa berprestasi di akademis ataupun status ekonomi. Indonesia yang diklaim sebagai negara jumlah muslimnya terbesar di dunia bukan berarti Indonesia = negara islam, di Indonesia kita tidak memakai hukum islam, namun UU. Status yang menggantung antara diakui dan ditolak terhadap banci menyulitkannya untuk bertahan dari mental yang sering jatuh bangun dari olok-olokkan masyarakat dengan menyerukan kata banci. “ jujur, 9 dari 10 yang ingin saya sampaikan di forum tidak tersampaikan. Mengecewakan memang, namun melihat kerja keras panitia VOC dan antusiasme hadirin yang menyesaki ruang E 1.7 lalu, menghapus kecewa saya dan saya pikir semua orang masih bisa baca tulisan saya dan berkomunikasi dengan saya diblog.” Tutur mahasiswa kritis ini.
Acara sukses yang dihadiri lebih dari 100 tempat duduk ini, terdiri atas para dosen komunikasi UMY, teman-teman mahasiswa psikology Mercubuana dan UAD, pakar sosiolog drs. Soeprapto SU., mahasiswa dari berbagai jurusan UMY, dan reporter Jogja TV sebagai langkah awal Agam untuk merealisasikan cita-citanya mengungkapkan realita kehidupan banci di Indonesia.” Rencana setelah menyelesaikan study di FISIPOL UMY, saya akan keluar dari Indonesia, karena untuk kehidupan saling menghormati perbedaan di Indonesia seperti di Amerika masih jauh dari realitas sekarang. Namun saya bukan mama Lauren yang bisa meramalkan kehidupan saya 3 tahun mendatang, apakah saya bisa berdamai dengan budaya Indonesia atau tidak? Biar itu menjadi urusan saya dengan Sang Pencipta. Semua saya kembalikan kepadaNya.” Tambah mahasiswa yang mengaku Munir sebagai reporter idolanya. (Asty Wahyuningsih)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
yang penting ga saling ganggu and senggol sama kaum yg ngerasa sempurna...